Sore itu,
bertepatan dengan jam pulang kerja para pegawai di perkantoran Jakarta. Aku memilih
kopaja sebagai kendaraan umum menuju stasiun Gambir. Tak ada tempat duduk
tersisa, namun suasana dalam kopaja juga tidak sepadat biasanya. Mungkin karena
arah yang dituju adalah jurusan Pasar Senen. Akhirnya aku berdiri, usai
membayar tarif kepada kenek kopaja, aku hanya terdiam, menikmati perjalanan
sore itu.
Beberapa
kali kopaja yang kunaiki berhenti, guna menaikkan penumpang dari pinggir jalan.
Beberapa penumpang mulai naik. Sejenak aku termenung, menyaksikan apa yang baru
saja terjadi. Seorang perempuan dengan jilbab yang dililitkan di kepala serta
sekitar leher membayar tarif kopaja dengan tangan kirinya. Kemudian pandanganku
beralih kepada tangan kanannya. Oh, ternyata tangan kanan itu sedang asyik
memegang sebuah benda elektronik. HANDPHONE! Sangat disayangkan, benda yang
mungkin membantunya dalam bekerja, bersilaturahim, bercengkrama dengan
keluarga, ternyata membuat ia acuh terhadap perkara yang kecil.
Bukankah
akan lebih baik jika dalam memberi, kita gunakan tangan kanan sebagai sarana? Bukankah
akan lebih sopan begitu? Aku hanya tak habis fikir, ia rela memberi dengan
tangan kiri hanya karena tangan kanan nya terlalu sibuk memegang si handphone.
Lainkali,
kita seharusnya lebih terbiasa menggunakan tangan kanan dalam melakukan segala
perkara kebaikan.
Kejadian
berikutnya adalah, ketika ada seorang ibu yang usianya sudah lumayan tua naik
ke kopaja tersebut. Saya melihat banyak laki-laki yang dengan santainya duduk
di kursi-kursi kopaja tersebut seraya memainkan gadget nya. Sangat disayangkan,
tidak ada satupun dari kaum adam tersebut yang menawarkan atau merelakan tempat
duduknya untuk si Ibu. Mungkin kita sama-sama lelah, mungkin kita sama-sama
letih akibat bekerja seharian. Namun, seharusnya kita menyadari. Meski kita
sama-sama lelah, kadar kekuatan kita tak sama. Bisa jadi, ibu tersebut
kekuatannya tidaklah sekokoh kita, apalagi jika dibandingkan dengan kekuatan
kaum lelaki. Tentu mereka jauh lebih kuat dibanding si Ibu tua tadi. Sekali lagi,
mereka terlalu sibuk dengan gadget nya sehingga untuk perduli terhadap
seseorang disampingnya pun enggan.
Lainkali,
cobalah untuk lebih peka. Cobalah untuk lebih perduli. Karena suatu kebaikan
yang kita lakukan, akan berimbas kebaikan yang lain untuk diri kita sendiri.
Perkara
selanjutnya, masih didalam kopaja yang sama. Lagi-lagi seorang ibu naik ke
kopaja, usianya masih muda. Penampilannya elegan, rapih dan sopan. Ketika ia
berjalan, tak sengaja ia menginjak kaki salah seorang penumpang. Bukan perkara
siapa yang salah. Tapi yang aku saksikan, ia justru acuh tanpa ada rasa perduli
terhadap kaki yang sudah ia injak. Si pemilik kaki hanya meringis, mungkin agak
sedikit sakit. Namun kemudian ia tersenyum. Seolah telah memaafkan si Ibu yang
acuh, bahkan tak ada permintaan maaf dari nya.
Lainkali,
cobalah berkaca pada diri sendiri. Tak perlu ada gengsi, jika salah maka
mintalah maaf. Jika menyakiti orang lain, maka minta maaflah.
Sangat disayangkan
jika kita adalah orang yang berpendidikan namun tak memiliki adab dan akhlak
yang baik. Seharusnya, semakin berpendidikan manusia, ia semakin memiliki adab
dan akhlak yang baik. Sehingga ia mampu bermuamalah dengan sebaik-baiknya.
Seperti
itulah Islam. Didalam Islam, semua ilmu selalu terkait dengan adab dan akhlak. Jadilah
muslim yang baik. Yaitu muslim yang berilmu, beradab dan berakhlak karimah.
Kotabumi, 18 Juni 2015
0 komentar:
Posting Komentar