Saat ini, wanita-wanita diseluruh dunia tengah disibukkan
dengan faham feminisme atau faham kesetaraan gender. Merasa diperlakukan tidak
adil, wanita-wanita tersebut terus menerus menggonggongkan keinginannya kepada
publik. Faham ini mengantarkan kepada pemikiran bahwa seorang wanita harus
disejajarkan derajatnya dengan laki-laki dari semua aspek. Baik itu persoalan
karir, tugas, hak dan kewajiban.
Ketika
seorang laki-laki memiliki kewajiban mencari nafkah mereka (para wanita dengan
faham feminisme) inipun dengan sangat kokoh menyuarakan bahwa mereka juga harus
memiliki hak yang sama dalam berkarir. Ketita pada hakikatnya perempuan adalah
orang nomor satu yang bertanggung jawab terhadap urusan anak-anaknya didalam keluarga,
maka mereka juga akan dengan sangat kokoh menyuarakan untuk kesamaan kewajiban
didalam rumah tangganya terhadap laki-laki.
Alasannya tak lain adalah keadilan. Hingga mereka dengan
bersikukuh mengharapkan perlakuan yang adil antara wanita dan laki-laki
disetiap sisinya. Padahal, hakikat adil sendiri tidaklah mesti sama rata. Adil
juga bermakna menempatkan segala sesuatu pada tempat yang sesungguhnya.
Sungguh sangat disayangkan jika wanita terus bersikukuh
ingin disejajarkan dengan laki-laki. Padahal didalam Islam, wanita justru
diperlakukan secara istimewa. Seorang laki-laki bertanggung jawab menjaga
kehormatan seorang perempuan, baik istrinya anaknya ataupun ibunya. Seorang
perempuan mendapatkan perlakuan istimewa karena memiliki seseorang yang akan
selalu menjaga kehormatannya. Didalam Islam seorang wanita diwajibkan menutup
aurotnya supaya menghindari fitnah dan berbagai mudhorot lainnya. Semua
kewajiban ini tentu ada hikmah yang tersimpan didalamnya. Hanya saja, wanita
zaman ini terlalu sempit dalam memikirkan hal-hal tersebut, sehingga membuat
mereka kekeuh dalam memperjuangkan faham feminisme dan kesetaraan gender.
Jika mereka benar-benar menginginkan setara derajatnya
dengan laki-laki, setara kewajibannya dengan laki-laki, seharusnya mereka mampu
melakukan kebiasaan-kebiasaan atau kewajiban-kewajiban yang dilakukan oleh
laki-laki secara rutin. Tapi pada faktanya wanita-wanita dengan faham tersebut
tidak mampu melakukannya. Contohnya ketika ada seorang wanita dengan sombongnya
melangkah mengimami sholat jumat, ingin menunjukkan bahwa dirinya mampu
melakukan apa-apa yang dilakukan oleh laki-laki. Tetapi hal tersebut hanya
terjadi beberapa kali. Tidak kontinue atau tidak secara terus menerus. Bukankah
mereka lelah dengan apa yang mereka kerjakan? Ini adalah pertanda bahwa mereka
memang bukan fitrahnya melakukan kewajiban-kewajiban laki-laki yang tidak
diwajibkan baginya perempuan.
Lalu, akankah feminisme ini membawa kepada keadilan? Atau
justru menimbulkan banyak kerusakan?
0 komentar:
Posting Komentar