Feminisme, Antara Keadilan dan Kerusakan

by 06.01 0 komentar



            Saat ini, wanita-wanita diseluruh dunia tengah disibukkan dengan faham feminisme atau faham kesetaraan gender. Merasa diperlakukan tidak adil, wanita-wanita tersebut terus menerus menggonggongkan keinginannya kepada publik. Faham ini mengantarkan kepada pemikiran bahwa seorang wanita harus disejajarkan derajatnya dengan laki-laki dari semua aspek. Baik itu persoalan karir, tugas, hak dan kewajiban.
Ketika seorang laki-laki memiliki kewajiban mencari nafkah mereka (para wanita dengan faham feminisme) inipun dengan sangat kokoh menyuarakan bahwa mereka juga harus memiliki hak yang sama dalam berkarir. Ketita pada hakikatnya perempuan adalah orang nomor satu yang bertanggung jawab terhadap urusan anak-anaknya didalam keluarga, maka mereka juga akan dengan sangat kokoh menyuarakan untuk kesamaan kewajiban didalam rumah tangganya terhadap laki-laki.
            Alasannya tak lain adalah keadilan. Hingga mereka dengan bersikukuh mengharapkan perlakuan yang adil antara wanita dan laki-laki disetiap sisinya. Padahal, hakikat adil sendiri tidaklah mesti sama rata. Adil juga bermakna menempatkan segala sesuatu pada tempat yang sesungguhnya.
            Sungguh sangat disayangkan jika wanita terus bersikukuh ingin disejajarkan dengan laki-laki. Padahal didalam Islam, wanita justru diperlakukan secara istimewa. Seorang laki-laki bertanggung jawab menjaga kehormatan seorang perempuan, baik istrinya anaknya ataupun ibunya. Seorang perempuan mendapatkan perlakuan istimewa karena memiliki seseorang yang akan selalu menjaga kehormatannya. Didalam Islam seorang wanita diwajibkan menutup aurotnya supaya menghindari fitnah dan berbagai mudhorot lainnya. Semua kewajiban ini tentu ada hikmah yang tersimpan didalamnya. Hanya saja, wanita zaman ini terlalu sempit dalam memikirkan hal-hal tersebut, sehingga membuat mereka kekeuh dalam memperjuangkan faham feminisme dan kesetaraan gender.
            Jika mereka benar-benar menginginkan setara derajatnya dengan laki-laki, setara kewajibannya dengan laki-laki, seharusnya mereka mampu melakukan kebiasaan-kebiasaan atau kewajiban-kewajiban yang dilakukan oleh laki-laki secara rutin. Tapi pada faktanya wanita-wanita dengan faham tersebut tidak mampu melakukannya. Contohnya ketika ada seorang wanita dengan sombongnya melangkah mengimami sholat jumat, ingin menunjukkan bahwa dirinya mampu melakukan apa-apa yang dilakukan oleh laki-laki. Tetapi hal tersebut hanya terjadi beberapa kali. Tidak kontinue atau tidak secara terus menerus. Bukankah mereka lelah dengan apa yang mereka kerjakan? Ini adalah pertanda bahwa mereka memang bukan fitrahnya melakukan kewajiban-kewajiban laki-laki yang tidak diwajibkan baginya perempuan.
            Lalu, akankah feminisme ini membawa kepada keadilan? Atau justru menimbulkan banyak kerusakan?

afifah Nusaibah fifah

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar