Siapa
yang mengenalnya? Memandang saja seperti tak sampai, menyentuh nya seperti tak
mampu, mendengarnya bicara? Bahkan satu suarapun belum pernah ia katakan. Saat
orang-orang ramai lalu lalang di hadapannya, mereka semua bungkam! Menutup penciuamnnya,
seolah-olah sedang berjalan di pinggir tumpukan sampah busuk.
Ia bukan siapa-siapa, orang-orang
lebih sering menyebutnya Qorin. Entah mengapa. Padahal, ayah ibunya pun tak
tahu dimana. Ia seperti hidup sendiri di muka bumi. Seperti sebuah batang pohon
tanpa duri, tak pernah ia menyakiti. Justru sebaliknya, kerap kali ia tersakiti. Qorin bukanlah
siapa-siapa. Hanya makhluk tuhan seperti biasa. Qorin tak memiliki siapa-siapa,
hanya berteman langit dan bumi semata. Qorin tak punya apa-apa, hanya hati yang
tersiksa kepunyaannya.
Lagi-lagi
Qorin tak berdaya. Garis yang terlikis di pipinya, mungkin airmata yang kerap
kali membanjiri wajah nya yang mengukir garis tipis di pipinya. Ah, hati ini
seperti tersayat saat melihatnya. Namun kebanyakan manusia ibukota acuh
kepadanya.
Qorin, si gadis malang yang tak
tahu berapa usianya. Qorin, si gadis pesisir ibukota, tak mampu bicara, tak
sanggup berdiri kokoh bahkan berjalan. Mobil mewah tahun lalu yang menabraknya,
kini entah kemana. Ah, andai saja si pemilik dulu sudi berbaik hati menolong
nya. Bahkan polisi saja tak mampu mencari kemana si kaya. Atau, seperti
“kura-kura dalam perahu”. Entahlah. Qorin, setahun lalu hanyalah gadis bisu,
kini bukan hanya bisu yang mewarnai harinya, tak memiliki kaki, miskin papa tak
berdaya. Sudikah kau menoleh barang sejenak padanya?
~Jakarta, 06/02/2014
0 komentar:
Posting Komentar